BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pengetahuan merupakan khazanah
kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya
kehidupan kita. Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai jawaban dari berbagai
pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Dari sebuah pertanyaan, diharapkan
mendapatkan jawaban yang benar. Maka dari itu muncullah masalah, bagaimana cara
kita menyusun pengetahuan yang benar?. Masalah inilah yang pada ilmu filsafat
disebut dengan epistimologi. Setiap jenis pengetahuan memiliki ciri-ciri
spesifik atau metode ilmiah mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistimologi),
dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan
tersebut saling memiliki keterkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi
ilmu dan epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya.
Epistemologi adalah bagian filsafat
yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, batas-batas dan metode dan kesahihan pengetahuan. Manusia pada
dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan apa
yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya
dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun, setiap jawaban-jawaban
tersebut juga selalu tidak memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode
tertentu untuk mengukur bahwa yang dimaksud di sini bukanlah kebenaran
yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran
yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah.
Perkembangan pengetahuan yang
semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk mencari
kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus mencari
dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada sebelumnya
untuk menguji suatu teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga
manusia sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang bersifat
ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Karena
itu, pengetahuan bersifat statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan
berhenti pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu
manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunia.
Pada epistemologi lebih memfokuskan
pada permasalahan cara mendapatkan ilmu. Sedangkan pada hakikat ilmu dan
kegunaanya masuk dalam landasan ontologi dan aksiologi. Oleh sebab itu makalah
ini berusaha untuk menjabarkan secara rinci tentang epistemologi.[1]
B.
PERUMUSAN
MASALAH
Dari pendahuluan di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang akan kami bahas dalam makalah ini,
yaitu :
1.
Apa
yang dimaksut dengan landasan?
2.
Apa
pengertian epistemologi?
3.
Bagaimana
definisi ilmu?
4.
Bagaimana
definisi pengetahuan?
5.
Bagaimana
prosedur mendapatkan ilmu pengetahuan?
6.
Apa
saja sumber ilmu pengetahuan?
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
PEMBAHASAN MASALAH
1.
DEFINISI
LANDASAN
Landasan adalah dasar tempat berpijak atau
tempat di mulainya suatu perbuatan. Dalam bahasa Inggris, landasan disebut
dengan istilah foundation, yang dalam bahasa Indonesia menjadi fondasi. Fondasi merupakan bagian
terpenting untuk mengawali sesuatu.
Istilah lain yang hampir sama (identik) dengan
kata landasan adalah kata dasar (basic). Kata dasar adalah awal, permulaan atau
titik tolak segala sesuatu. Pengertian dasar, sebenarnya lebih dekat pada
referensi pokok (basic reference) dari
pengembangan sesuatu. Jadi, kata dasar lebih luas pengertian dari kata fondasi
atau landasan. Karena itu, kata fondasi atau landasan dengan kata dasar (basic
reference) merupakan dua hal yang berbeda wujudnya, tetapi sangat erat
hubungannya. Maka, setiap ilmu yang berhubungan dan berkenaan dengan
pelaksanaan pendidikan, merupakan hasil dari pemikiran tentang alam atau
manusia. Oleh karenanya, ilmu-ilmu itu dapat dikatakan sebagai fondasi atau
dasar pendidikan.
Jadi, dilihat dari pengertian di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa landasan adalah fondasi atau dasar tempat berpijaknya sesuatu.[2]
2. DEFINISI EPISTEMOLOGI
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos.
Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran dan logos diartikan
pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori
pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam
bahasa Inggrisnya menjadi “theory of knowledge”.[3]
Epistemologi berasal dari asal kata ‘‘episteme” dan “logos”. Episteme berarti
pengetahuan, dan logos berarti teori.[4] Dalam
rumusan yang lebih rinci disebutkan bahwa epistemology merupakan salah satu
cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula
pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan.
Dalam rumusan lain disebutkan bahwa
epistemology adalah cabang filsafat yang mempelajari soal tentang watak,
batas-batas dan berlakunya ilmu pengetahuan. Sebenarnya banyak ahli
filsafat maupun sarjana filsafat yang merumuskan tentang epistemology atau
filsafat pengetahuan.[5]
Apabila keseluruhan rumusan tersebut
direnungkan maka dapat dipahami bahwa prinsipnya epistemology adalah
bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat metode dan keahlian
pengetahuan. Oleh karena itu sistematika penulisan epistemology adalah
terjadinya pengetahuan, teori kebenaran, metode-metode ilmiah dan aliran-aliran
teori pengetahuan.[6]
3. DEFINISI ILMU
Istilah ilmu dapat ditinjau dari dua segi yakni
:
1) Segi
Semantik :
Kata ilmu berasal dari bahasa arab, ilmun yang
berarti pengetahuan. Kata ini sering disejajarkan dengan kata sciensce dalam
bahasa inggris, tetapi ia merupakan serapan dari bahasa latin, scio,
scire yang arti dasarnya pengetahuan. Ada juga yang menyebutkan
bahwa scientia yang berarti pengetahuan dan aktivitas mengetahui.[7]
Kata ilmu berasal dari bahasa arab alima
ya’lamu yang berarti mengerti, memahami benar-benar.[8] Istilah Inggris ‘science’ kadang-kadang
diberi arti sebagai ilmu khusus yang lebih terbatas lagi, yakni sebagai
pengetahuan sistematis mengenai dunia fisis atau material (systematic
knowledge of the physical or material world).[9]
2) Segi
Praktis :
Dibawah ini penulis sampaikan serangkaian
definisi tentang ilmu (science) oleh dari berbagai literature :
a. Charles
Singer: “Science is the process which makes knowledge”. (ilmu
adalah suatu proses yang dilakukan manusia untuk menghasilkan pengetahuan.)
b. Churhman,
C. West & Russel L. Ackoff: “Science is efficien inquiry”. (ilmu
adalah penyelidikan yang efisien).[10]
c. Bahm,
Archie: “Science is a name for man’s attempt to uanderstand the nature
on things by formulating hypotheses or theories about such natures and by
testing them, observationally or experimentally, to see whether or not they
hold.” (Ilmu adalah sebuah nama bagi usaha manusia untuk memahami
sifat dasar berbagai hal dengan jalan merumuskan hipotesis-hipotesis atau
teori-teori tentang sifat dasar itu dan mengujinya secara pengamatan atau
percobaan untuk mengetahui apakah berlaku atau tidak).[11]
Dari beberapa definisi tentang ilmu di atas,
bila ditinjau dari segi maknanya menunjukkan sekurang-kurangnnya tiga hal,
yakni aktivitas, metode dan pengetahuan.
4. DEFINISI PENGETAHUAN
Istilah
pengetahuan dapat ditinjau dari dua segi yakni :
1) Segi Semantik :
Dalam bahasa Inggris, “pengetahuan” berasal
dari kata ‘Knowledge’. Dalam perkembangannya lebih lanjut di Indonesia,
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “pengetahuan”
disamakan artinya dengan ilmu atau sebaliknya Ilmu disamakan artinya dengan
pengetahuan.[12] Selanjutnya,
jika kita telusuri dalam bahasa Arab “pengetahuan” berasal dari kata ‘Ilmu yang
berasal dari bahasa Arab ‘Alima (ia telah mengetahui).[13]
2) Segi Praktis :
Pengetahuan ialah kesatuan subyek yang
mengetahui dan obyek yang diketahui. Suatu kesatuan dalam mana obyek itu
dipandang oleh subyek sebagai diketahuinya. Terkait hal ini, disebutkan bahwa
pengetahuan yang dimiliki manusia menjadi empat, yaitu pertama, pengetahuan
biasa “common sense”, sering diartikan dengan good sense, Kedua, pengetahuan
ilmu, Ketiga, pengetahuan filsafat, dan yang Keempat, pengetahuan
agama.[14]
5. PROSEDUR MENDAPATKAN
ILMU PENGETAHUAN
Kata ilmu berasal dari bahasa arab,
‘ilmun yang berarti pengetahuan. Kata ini sering disejajarkan dengan kata
science dalam bahasa Inggris. “Science is a name for man’s attempt to
uanderstand the nature on things by formulating hypotheses or theories about
such natures and by testing them, observationally or experimentally, to see
whether or not they hold.” (Ilmu adalah sebuah nama bagi usaha manusia
untuk memahami sifat dasar berbagai hal dengan jalan merumuskan
hipotesis-hipotesis atau teori-teori tentang sifat dasar itu dan mengujinya
secara pengamatan atau percobaan untuk mengetahui apakah berlaku atau tidak).
Menurut yang lain bahwa perkembangan
ilmu pengetahuan didorong oleh paham-paham sebagaimana berikut:[15]
a. Humanisme
Humanisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa manusia mampu
mengatur dirinya dan alam. Pengalaman manusia menunjukkan bila alam tidak
diatur maka ia akan menyulitkan kehidupan manusia. Menurut mereka, aturan itu
harus dibuat berdasarkan dan bersumber pada sesuatu yang ada pada manusia,
yaitu akal. Maka, humanisme melahirkan rasionalisme.
b. Rasionalisme
Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa akal itu ialah alat
pencari dan pengukur pengetahuan. Dicari dengan akal ialah dicari dengan
berpikir logis. Tetapi apa yang diperoleh dari berpikir logis tidak menjamin
diperolehnya kebenaran yang disepakati. Maka, lahirlah aliran empirisme.
c. Empirisme
Empirisme ialah paham yang mengatakan bahwa sesuatu yang benar
adalah yang logis dan ada bukti empiris. Akan tetapi, empirisme masih mempunyai
kekurangan, yaitu ia belum terukur. Maka, lahirlah aliran positivisme.
d. Positivisme
Positivisme ialah paham yang mengatakan bahwa sesuatu yang benar
adalah yang logis, ada bukti empiris dan terukur. Positivisme sudah dapat
disetujui untuk memulai membuat aturan untuk mengatur manusia dan alam. Tetapi
bagaimana caranya? Maka diperlukan adanya metode ilmiah.
Landasan dari epistemologi ilmu
adalah metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan, yaitu ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan
melalui metode ilmiah. Dalam proses menemukan pengetahuan, metode ilmiah
terdiri atas beberapa langkah tertentu yang saling berhubungan secara dinamis. Metode
ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja,
tata langkah, dan teknis untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini mencakup beberapa
langkah yang sistematis yaitu:[16]
a. Pola
Prosedural
Pola ini meliputi pengamatan, percobaan, pengukuran, survai,
deduksi, induksi, analisis, dan lainnnya.
b. Tata
Langkah
Pola ini meliputi penentuan masalah, perumusan hipotesis,
pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan pengujian hasil.
c. Teknik
Teknik yang dapat digunakan meliputi daftar pertanyaan, wawancara,
perhitungan, dan lainnya.
d. Alat
Akal
adalah faktor yang penting sebagai sumber pengetahuan. Akal mempunyai kemampuan
untuk mengungkapkan kebenaran dengan diri sendiri, pengetahuan yang paling
tinggi terdiri dari pertimbangan yang benar dan konsisten dengan lainnya. Beberapa
langkah untuk memperoleh pengetahuan yaitu:[17]
a.
Perumusan
Masalah
Manusia pasti menghadapi masalah atau menyadari adanya masalah dan
bermaksud memecahkannya. Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu
mencari jawabannya pada dunia nyata.
b. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis.
Sekiranya kita menghadapi masalah tertentu, dalam rangka memecahkan
masalah tersebut, kita dapat mengajukan hipotesis. Yang perlu dipahami bahwa
terdapat hubungan berbagai faktor yang membentuk permasalahan. Kerangka
berpikir disusun secara rasional berdasarkan faktor-faktor empiris yang relevan
dengan permasalahan.
c.
Perumusan
Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang
kita hadapi. Kita sadari bahwa hipotesis merupakan penjelasan yang bersifat
sementara yang dapat membantu kita dalam melakukan penyelidikan. Hipotesis
dalam hubungan ini sebagai penunjuk jalan yang memungkinkan kita untuk
memperoleh jawaban. Hipotesis pada dasarnya dirumuskan secara deduktif dengan
mengambil kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat khusus berdasarkan hal-hal
yang bersifat umum.
d.
Pengujian
Hipotesis
Langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis dengan
mengkonfrontasikannya dengan dunia fisik yang nyata. Proses pengujian
dapat dilakukan dengan pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang
diajukan. Fakta-fakta tersebut dapat kita tangkap secara langsung dengan panca
indera.
e.
Penarikan
Kesimpulan
Penilaian apakah hipotesis yang diajukan ditolak atau diterima.
Jika saat proses pengujian terdapat fakta yang mendukung hipotesis maka
hipotesis diterima. Sekiranya dalam proses pengujian tidak ada fakta yang
mendukung maka hipotesis ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian menjadi
bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi syarat keilmuan.
Metode ilmiah berperan dalam tataran
transformasi dari wujud pengetahuan menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya
pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan bergantung pada metode ilmiah, karena
metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu
pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga
tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melainkan termasuk wilayah filsafat.
Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu
rasio dan fakta secara integrative.
6. SUMBER ILMU PENGETAHUAN
Ada
lima sumber pengetahuan yaitu:[18]
a.
Kepercayaan,
yaitu sumber pengetahuan berdasarkan tradisi, adat dan agama.
b.
Otoritas,
yaitu pengetahuan berdasarkan kesaksian orang lain, misalnya orang tua, guru,
ulama, orang yang dituakan dan lainnya.
c.
Indrawi,
yaitu pengetahuan yang berkaitan dengan kesaksian indera dalam menangkap
kebenaran objek.
d.
Akal
pikiran, yaitu pengetahuan yang berasal dari hal-hal yang bersifat metafisis,
spiritual, abstrak dan universal.
e.
Intuisi,
yaitu sumber ini berupa gerak hati dan bersumber dari pengalaman batin yang
bersifat langsung. Sejalan dengan pendapat di atas, ada empat sumber dalam
mendapatkan pengetahuan yaitu:[19]
a.
Berpikir
sebagai sumber pengetahuan
Pengetahuan
diperoleh dengan menekankan pada ide-ide. Pengalaman secara inderawi hanyalah
materi pengetahuan. Pengalaman inderawi harus diorganisasikan oleh otak ke
sebuah sistem sebelum menjadi pengetahuan.
b.
Indera
Apa yang kita lihat, kita dengar dan kita sentuh merupakan pengalaman konkret. Kita membentuk dunia pengalaman secara empiris. Aliran empirisme menekankan pada observasi alam yang diterima pikiran melalui lingkungan. Pancaindera sebagai sumber pengetahuan memiliki keterbatasan dan kemungkinan-kemungkinan untuk membuat keputusan.
Apa yang kita lihat, kita dengar dan kita sentuh merupakan pengalaman konkret. Kita membentuk dunia pengalaman secara empiris. Aliran empirisme menekankan pada observasi alam yang diterima pikiran melalui lingkungan. Pancaindera sebagai sumber pengetahuan memiliki keterbatasan dan kemungkinan-kemungkinan untuk membuat keputusan.
c.
Otoritas
Otoritas disebut juga kesaksian. Orang-orang yang kita terima sebagai sumber pengetahuan adalah orang yang berintegritas. Namun mereka tidak menggunakan metode-metode yang baik dan cenderung penilaiannya bebas.
Otoritas disebut juga kesaksian. Orang-orang yang kita terima sebagai sumber pengetahuan adalah orang yang berintegritas. Namun mereka tidak menggunakan metode-metode yang baik dan cenderung penilaiannya bebas.
d.
Intuisi
Intuisi diartikan sebagai apa yang ada di dalam pikiran seseorang yang tiba-tiba muncul disertai dengan jawabannya, sehingga merasa yakin bahwa itulah jawabannya.
Intuisi diartikan sebagai apa yang ada di dalam pikiran seseorang yang tiba-tiba muncul disertai dengan jawabannya, sehingga merasa yakin bahwa itulah jawabannya.
D. KESIMPULAN
Dari
pembahasan di atas, dapat kami tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
Epistemologi
adalah teori pengetahuan yang berhubungan dengan bagaimana cara memperoleh
pengetahuan berdasarkan syarat-syarat metode ilmiah sehingga menjadi ilmu
pengetahuan yang berdasarkan pada prinsip kebenaran.
2.
Ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang
mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional
empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan
sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.
3.
Pengetahuan
adalah kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan dan
intuisi yang mampu menangkap alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya
untuk mencapai suatu tujuan.
4.
Prosedur
mendapatkan ilmu pengetahuan adalah melalui metode ilmiah dengan
langkah-langkah sebagai berikut : perumusan masalah, penyusunan kerangka
berpikir, perumusan hipotesis, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan.
5.
Sumber
ilmu pengetahuan itu meliputi : otoritas, persepsi indra, akal, dan intuisi.
E. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami
paparkan, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Untuk itu, saran dan kritik serta bimbingan dan arahan dari
teman-teman dan bapak dosen selalu kami harapkan. Dan akhirnya, kami hanya
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
F. DAFTAR PUSTAKA
3.
Surajiyo, Ilmu filsafat Suatu
Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, Th. 2009).
4.
Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu
Pengantar, (Jakarta:
Rineka Cipta, Th. 2001).
5.
Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu dan Hakikat
Menuju Nilai, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, Th. 2006).
6.
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab
Indonesia, (Yogyakarta: PP Munawwir, Th. 1984).
7.
The American College Dictionary, C.L Barnhart,
editor-in-chief, Th. 1958.
8.
The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta, Th. 2000).
9.
Endang Sifuddin Anshari, Ilmu Filsafat
& Agama, (Surabaya: PT Bina Ilmu, Th. 1979).
10.
Nina M. Armando, Ensiklopedi Islam, (Jakarta:
Ictiar Baru van Hoeve, 2005).
11. Burhanuddin
Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000).
12. Endang Sifuddin
Anshari, Ilmu Filsafat, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1979).
13.
Ahmad
Tafsir, Filsafat Ilmu, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.
14.
Nirmawaty
Adrah, Hakikat Filsafat Pengetahun (Epistemologi), Jakarta: Bahtra
Jurnal Bahasa dan Sastra, 2010.
15.
Suparlan
Suhartanto, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
16.
Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, Th. 2002).
[1] http://zulkarnaenjafar.blogspot.com/2011/10/epistemologi-ilmu-pengetahuan.html (diunduh
pada hari Selasa, 31 Maret 2015)
[2] http://ineusintiawati.blogspot.com/2012/03/pengertian-landasan.html (diunduh pada hari Rabu, 1 April 2015)
[7] Cecep
Sumarna, Filsafat Ilmu dan Hakikat Menuju Nilai, (Bandung:
Pustaka Bani Quraisy, Th. 2006), Hal. 95.
[11] Ibid, Hal. 189.
[14] Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta:
Bumi Aksara, Th. 2000), Hal. 6. Lihat juga Endang Sifuddin Anshari, Ilmu
Filsafat, (Surabaya: PT Bina Ilmu, Th. 1979), Hal. 45-46.
[17] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Ilmu, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Th. 2012), Hal 12.
[19] Nirmawaty Adrah, Hakikat Filsafat Pengetahun
(Epistemologi), (Jakarta: Bahtra Jurnal Bahasa dan Sastra, Th. 2010), Hal.
131.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar