SELAMAT DATANG DI BLOG " PAK HAMID " TEMPEL KEDUNGDOWO Nur Hamid, S.Pd.I (pak hamid) : landasan epistemologi

Sabtu, 03 Oktober 2015

landasan epistemologi

BAB I
PENDAHULUAN


A.      LATAR BELAKANG
Pengetahuan merupakan khazanah kekayaan mental  yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai jawaban dari berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Dari sebuah pertanyaan, diharapkan mendapatkan jawaban yang benar. Maka dari itu muncullah masalah, bagaimana cara kita menyusun pengetahuan yang benar?. Masalah inilah yang pada ilmu filsafat disebut dengan epistimologi. Setiap jenis pengetahuan memiliki ciri-ciri spesifik atau metode ilmiah mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistimologi), dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan tersebut saling memiliki keterkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu dan epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya.
Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas dan metode dan kesahihan pengetahuan. Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun, setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu tidak memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur bahwa yang dimaksud di sini bukanlah kebenaran  yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah.
Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada sebelumnya untuk menguji suatu teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Karena itu, pengetahuan  bersifat  statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunia.
Pada epistemologi lebih memfokuskan pada permasalahan cara mendapatkan ilmu. Sedangkan pada hakikat ilmu dan kegunaanya masuk dalam landasan ontologi dan aksiologi. Oleh sebab itu makalah ini berusaha untuk menjabarkan secara rinci tentang epistemologi.[1]

B.            PERUMUSAN MASALAH
Dari pendahuluan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang akan kami bahas dalam makalah ini, yaitu :
1.             Apa yang dimaksut dengan landasan?
2.             Apa pengertian epistemologi?
3.             Bagaimana definisi ilmu?
4.             Bagaimana definisi pengetahuan?
5.             Bagaimana prosedur mendapatkan ilmu pengetahuan?
6.             Apa saja sumber ilmu pengetahuan?







BAB II
PEMBAHASAN MASALAH


1.             DEFINISI LANDASAN
Landasan adalah dasar tempat berpijak atau tempat di mulainya suatu perbuatan. Dalam bahasa Inggris, landasan disebut dengan istilah foundation, yang dalam bahasa Indonesia  menjadi fondasi. Fondasi merupakan bagian terpenting untuk mengawali  sesuatu.
Istilah lain yang hampir sama (identik) dengan kata landasan adalah kata dasar (basic). Kata dasar adalah awal, permulaan atau titik tolak segala sesuatu. Pengertian dasar, sebenarnya lebih dekat pada referensi pokok  (basic reference) dari pengembangan sesuatu. Jadi, kata dasar lebih luas pengertian dari kata fondasi atau landasan. Karena itu, kata fondasi atau landasan dengan kata dasar (basic reference) merupakan dua hal yang berbeda wujudnya, tetapi sangat erat hubungannya. Maka, setiap ilmu yang berhubungan dan berkenaan dengan pelaksanaan pendidikan, merupakan hasil dari pemikiran tentang alam atau manusia. Oleh karenanya, ilmu-ilmu itu dapat dikatakan sebagai fondasi atau dasar pendidikan.
Jadi, dilihat dari pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa landasan adalah fondasi  atau dasar tempat berpijaknya sesuatu.[2]

2.      DEFINISI EPISTEMOLOGI
Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi “theory of knowledge”.[3] Epistemologi berasal dari asal kata ‘‘episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.[4] Dalam rumusan yang lebih rinci disebutkan bahwa epistemology merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan.
Dalam rumusan lain disebutkan bahwa epistemology adalah cabang filsafat yang mempelajari soal tentang watak, batas-batas dan berlakunya ilmu pengetahuan. Sebenarnya banyak ahli filsafat maupun sarjana filsafat yang merumuskan tentang epistemology atau filsafat pengetahuan.[5]
Apabila keseluruhan rumusan tersebut direnungkan maka dapat dipahami bahwa prinsipnya epistemology adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat metode dan keahlian pengetahuan. Oleh karena itu sistematika penulisan epistemology  adalah terjadinya pengetahuan, teori kebenaran, metode-metode ilmiah dan aliran-aliran teori pengetahuan.[6]

3.      DEFINISI ILMU
Istilah ilmu dapat ditinjau dari dua segi yakni :
1)      Segi Semantik :
Kata ilmu berasal dari bahasa arab, ilmun yang berarti pengetahuan. Kata ini sering disejajarkan dengan kata sciensce dalam bahasa inggris, tetapi ia merupakan serapan dari bahasa latin, scio, scire yang arti dasarnya pengetahuan. Ada juga yang menyebutkan bahwa scientia yang berarti pengetahuan dan aktivitas mengetahui.[7]
Kata ilmu berasal dari bahasa arab alima ya’lamu yang berarti mengerti, memahami benar-benar.[8] Istilah Inggris ‘science’ kadang-kadang diberi arti sebagai ilmu khusus yang lebih terbatas lagi, yakni sebagai pengetahuan sistematis mengenai dunia fisis atau material (systematic knowledge of the physical or material world).[9]
2)      Segi Praktis :
Dibawah ini penulis sampaikan serangkaian definisi tentang ilmu (science) oleh dari berbagai literature :
a.       Charles Singer: “Science is the process which makes knowledge”. (ilmu adalah suatu proses yang dilakukan manusia untuk menghasilkan pengetahuan.)
b.      Churhman, C. West & Russel L. Ackoff: “Science is efficien inquiry”. (ilmu adalah penyelidikan yang efisien).[10]
c.       Bahm, Archie: “Science is a name for man’s attempt to uanderstand the nature on things by formulating hypotheses or theories about such natures and by testing them, observationally or experimentally, to see whether or not they hold.” (Ilmu adalah sebuah nama bagi usaha manusia untuk memahami sifat dasar berbagai hal dengan jalan merumuskan hipotesis-hipotesis atau teori-teori tentang sifat dasar itu dan mengujinya secara pengamatan atau percobaan untuk mengetahui apakah berlaku atau tidak).[11]
Dari beberapa definisi tentang ilmu di atas, bila ditinjau dari segi maknanya menunjukkan sekurang-kurangnnya tiga hal, yakni aktivitas, metode dan pengetahuan.

4.      DEFINISI PENGETAHUAN
Istilah pengetahuan dapat ditinjau dari dua segi yakni :
1)      Segi Semantik :
Dalam bahasa Inggris, “pengetahuan” berasal dari kata ‘Knowledge’. Dalam perkembangannya lebih lanjut di Indonesia, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “pengetahuan” disamakan artinya dengan ilmu atau sebaliknya Ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan.[12] Selanjutnya, jika kita telusuri dalam bahasa Arab “pengetahuan” berasal dari kata ‘Ilmu yang berasal dari bahasa Arab ‘Alima (ia telah mengetahui).[13]
2)      Segi Praktis :
Pengetahuan ialah kesatuan subyek yang mengetahui dan obyek yang diketahui. Suatu kesatuan dalam mana obyek itu dipandang oleh subyek sebagai diketahuinya. Terkait hal ini, disebutkan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia menjadi empat, yaitu pertama, pengetahuan biasa “common sense”, sering diartikan dengan good sense, Kedua, pengetahuan ilmu, Ketiga, pengetahuan filsafat, dan yang Keempat, pengetahuan agama.[14]

5.       PROSEDUR MENDAPATKAN ILMU PENGETAHUAN
Kata ilmu berasal dari bahasa arab, ‘ilmun yang berarti pengetahuan. Kata ini sering disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris. “Science is a name for man’s attempt to uanderstand the nature on things by formulating hypotheses or theories about such natures and by testing them, observationally or experimentally, to see whether or not they hold.” (Ilmu adalah sebuah nama bagi usaha manusia untuk memahami sifat dasar berbagai hal dengan jalan merumuskan hipotesis-hipotesis atau teori-teori tentang sifat dasar itu dan mengujinya secara pengamatan atau percobaan untuk mengetahui apakah berlaku atau tidak).
Menurut yang lain bahwa perkembangan ilmu pengetahuan didorong oleh paham-paham sebagaimana berikut:[15]
a.       Humanisme
Humanisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa manusia mampu mengatur dirinya dan alam. Pengalaman manusia menunjukkan bila alam tidak diatur maka ia akan menyulitkan kehidupan manusia. Menurut mereka, aturan itu harus dibuat berdasarkan dan bersumber pada sesuatu yang ada pada manusia, yaitu akal. Maka, humanisme melahirkan rasionalisme.
b.       Rasionalisme
Rasionalisme ialah paham yang mengatakan bahwa akal itu ialah alat pencari dan pengukur pengetahuan. Dicari dengan akal ialah dicari dengan berpikir logis. Tetapi apa yang diperoleh dari berpikir logis tidak menjamin diperolehnya kebenaran yang disepakati. Maka, lahirlah aliran empirisme.
c.       Empirisme
Empirisme ialah paham yang mengatakan bahwa sesuatu yang benar adalah yang logis dan ada bukti empiris. Akan tetapi, empirisme masih mempunyai kekurangan, yaitu ia belum terukur. Maka, lahirlah aliran positivisme.
d.      Positivisme
Positivisme ialah paham yang mengatakan bahwa sesuatu yang benar adalah yang logis, ada bukti empiris dan terukur. Positivisme sudah dapat disetujui untuk memulai membuat aturan untuk mengatur manusia dan alam. Tetapi bagaimana caranya? Maka diperlukan adanya metode ilmiah.
Landasan dari epistemologi ilmu adalah metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan, yaitu ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui metode ilmiah.  Dalam proses menemukan pengetahuan, metode ilmiah terdiri atas beberapa langkah tertentu yang saling berhubungan secara dinamis. Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan teknis untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini mencakup beberapa langkah yang sistematis yaitu:[16]
a.       Pola Prosedural
Pola ini meliputi pengamatan, percobaan, pengukuran, survai, deduksi, induksi, analisis, dan lainnnya.
b.      Tata Langkah
Pola ini meliputi penentuan masalah, perumusan hipotesis, pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan pengujian hasil.
c.       Teknik
Teknik yang dapat digunakan meliputi daftar pertanyaan, wawancara, perhitungan, dan lainnya.
d.      Alat
         Akal adalah faktor yang penting sebagai sumber pengetahuan. Akal mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan kebenaran dengan diri sendiri, pengetahuan yang paling tinggi terdiri dari pertimbangan yang benar dan konsisten dengan lainnya. Beberapa langkah untuk memperoleh pengetahuan yaitu:[17]
a.              Perumusan Masalah
Manusia pasti menghadapi masalah atau menyadari adanya masalah dan bermaksud memecahkannya. Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawabannya pada dunia nyata.
b.       Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis.
Sekiranya kita menghadapi masalah tertentu, dalam rangka memecahkan masalah tersebut, kita dapat mengajukan hipotesis. Yang perlu dipahami bahwa terdapat hubungan berbagai faktor yang membentuk permasalahan. Kerangka berpikir disusun secara rasional berdasarkan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.

c.              Perumusan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang kita hadapi. Kita sadari bahwa hipotesis merupakan penjelasan yang bersifat sementara yang dapat membantu kita dalam melakukan penyelidikan. Hipotesis dalam hubungan ini sebagai penunjuk jalan yang memungkinkan kita untuk memperoleh jawaban. Hipotesis pada dasarnya dirumuskan secara deduktif dengan mengambil kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat khusus berdasarkan hal-hal yang bersifat umum.
d.             Pengujian Hipotesis
Langkah selanjutnya adalah menguji hipotesis dengan  mengkonfrontasikannya dengan dunia fisik yang nyata. Proses pengujian dapat dilakukan dengan pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan. Fakta-fakta tersebut dapat kita tangkap secara langsung dengan panca indera.
e.              Penarikan Kesimpulan
Penilaian apakah hipotesis yang diajukan ditolak atau diterima. Jika saat proses pengujian terdapat fakta yang mendukung hipotesis maka hipotesis diterima. Sekiranya dalam proses pengujian tidak ada fakta yang mendukung maka hipotesis ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi syarat keilmuan.
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melainkan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integrative.

6.      SUMBER ILMU PENGETAHUAN
Ada lima sumber pengetahuan yaitu:[18]
a.              Kepercayaan, yaitu sumber pengetahuan berdasarkan tradisi, adat dan agama.
b.             Otoritas, yaitu pengetahuan berdasarkan kesaksian orang lain, misalnya orang tua, guru, ulama, orang yang dituakan dan lainnya.
c.              Indrawi, yaitu pengetahuan yang berkaitan dengan kesaksian indera dalam menangkap kebenaran objek.
d.             Akal pikiran, yaitu pengetahuan yang berasal dari hal-hal yang bersifat metafisis, spiritual, abstrak dan universal.
e.              Intuisi, yaitu sumber ini berupa gerak hati dan bersumber dari pengalaman batin yang bersifat langsung. Sejalan dengan pendapat di atas, ada empat sumber dalam mendapatkan pengetahuan yaitu:[19]
a.              Berpikir sebagai sumber pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dengan menekankan pada ide-ide. Pengalaman secara inderawi hanyalah materi pengetahuan. Pengalaman inderawi harus diorganisasikan oleh otak ke sebuah sistem sebelum menjadi pengetahuan.
b.             Indera
Apa yang kita lihat, kita dengar dan kita sentuh merupakan pengalaman konkret. Kita membentuk dunia pengalaman secara empiris. Aliran empirisme menekankan pada observasi alam yang diterima pikiran melalui lingkungan. Pancaindera sebagai sumber pengetahuan memiliki keterbatasan dan kemungkinan-kemungkinan untuk membuat keputusan.
c.              Otoritas
Otoritas disebut juga kesaksian. Orang-orang yang kita terima sebagai sumber pengetahuan adalah orang yang berintegritas. Namun mereka tidak menggunakan metode-metode yang baik dan cenderung penilaiannya bebas.
d.             Intuisi
Intuisi diartikan sebagai apa yang ada di dalam pikiran seseorang yang tiba-tiba muncul disertai dengan jawabannya, sehingga merasa yakin bahwa itulah jawabannya.

D.      KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat kami tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.             Epistemologi adalah teori pengetahuan yang berhubungan dengan bagaimana cara memperoleh pengetahuan berdasarkan syarat-syarat metode ilmiah sehingga menjadi ilmu pengetahuan yang berdasarkan pada prinsip kebenaran.
2.             Ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.
3.             Pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan dan intuisi yang mampu menangkap alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan.
4.             Prosedur mendapatkan ilmu pengetahuan adalah melalui metode ilmiah dengan langkah-langkah sebagai berikut : perumusan masalah, penyusunan kerangka berpikir, perumusan hipotesis, pengujian hipotesis dan penarikan kesimpulan.
5.             Sumber ilmu pengetahuan itu meliputi : otoritas, persepsi indra, akal, dan intuisi.


E.      PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, saran dan kritik serta bimbingan dan arahan dari teman-teman dan bapak dosen selalu kami harapkan. Dan akhirnya, kami hanya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

F.      DAFTAR PUSTAKA
3.        Surajiyo, Ilmu filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, Th. 2009).
4.        Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, Th. 2001).
5.        Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu dan Hakikat Menuju Nilai, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, Th. 2006).
6.        Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: PP Munawwir, Th. 1984).
7.        The American College Dictionary, C.L Barnhart, editor-in-chief, Th. 1958.
8.        The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, Th. 2000).
9.        Endang Sifuddin Anshari, Ilmu Filsafat & Agama, (Surabaya: PT Bina Ilmu, Th. 1979).
10.    Nina M. Armando, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ictiar Baru van Hoeve, 2005).
11.    Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000).
12.    Endang Sifuddin Anshari, Ilmu Filsafat, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1979).
13.  Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.
14.  Nirmawaty Adrah, Hakikat Filsafat Pengetahun (Epistemologi), Jakarta: Bahtra Jurnal Bahasa dan Sastra, 2010.
15.  Suparlan Suhartanto, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
16.  Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Th. 2002).




[2]     http://ineusintiawati.blogspot.com/2012/03/pengertian-landasan.html (diunduh pada hari Rabu, 1 April 2015)
[3]     Surajiyo, Ilmu filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, Th. 2009), Hal. 53.
[4]     Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Rineka Cipta, Th. 2001), Hal. 137.
[5]     Ibid. Hal. 138
[6]     Ibid. 138
[7]     Cecep Sumarna, Filsafat Ilmu dan Hakikat Menuju Nilai, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, Th. 2006), Hal.  95.
[8]     Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: PP Munawwir, Th. 1984), Hal. 1036.
[9]     The American College Dictionary, C.L Barnhart, editor-in-chief, Th. 1958, Hal. 1086.
[10]    The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, Th. 2000), Hal. 85.
[11]    Ibid, Hal. 189.
[12]    Lihat Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Th. 2002). Hal. 237.
[13]    Nina M. Armando, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ictiar Baru van Hoeve, 2005), Hal. 161.
[14]    Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, Th. 2000), Hal. 6. Lihat juga Endang Sifuddin Anshari, Ilmu Filsafat, (Surabaya: PT Bina Ilmu, Th. 1979), Hal. 45-46.
[15]    Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung: Remaja Rosdakarya, Th. 2012), Hal. 25.
                    
[16]    The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty, Th. 2012), Hal. 47.
[17]    Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Ilmu, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Th. 2012), Hal 12.

[18]    Suparlan Suhartanto, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, Th. 2008) hal. 55.
[19]    Nirmawaty Adrah, Hakikat Filsafat Pengetahun (Epistemologi), (Jakarta: Bahtra Jurnal Bahasa dan Sastra, Th. 2010), Hal. 131.

Tidak ada komentar :