Keberadaan diri
kita semenjak lahir kedunia ini tidaklah sendiri, melainkan bersamaan dengan
makhluk-makhluk lain yang mendampingi. Mereka yang mendampingi kita lahir biasa
disebut sedulur papat kalimo pancer yang terdiri atas :
1. Kakang Kawah
(Air Ketuban)
2. Adhi Ari-Ari
(Ari-ari)
3. Getih
(Darah)
4. Puser
(Pusar)
Kakang Kawah
Yang disebut
dengan Kakang Kawah adalah air ketuban yang menghantarkan kita lahir ke alam
dunia ini dari rahim ibu. Seperti kita ketahui, sebelum bayi lahir, air ketuban
akan keluar terlebih dahulu guna membuka jalan untuk lahirnya si jabang bayi ke
dunia ini. Lantaran air ketuban (kawah) keluar terlebih dulu, maka masyarakat
Islam Jawa menyebutnya Kakak/Kakang (saudara lebih tua) yang hingga kini
dikenal dengan istilah Kakang Kawah. Dalam ajaran Islam secara tersurat tidak
ada yang menyebutkan namun secara tersirat banyak hal yang menyebutkan hal itu,
Kakang Kawah yang disebutkan sebagai pembuka jalan si jabang bayi, itu di Islam
dianggap sama dengan Jibril (Penyampai Wahyu). Malaikat Jibril lah yang membuka
jalan bagi keselamatan sang bayi hingga lahir ke dunia, memberi kabar kepada
manusia melalui hati nuraninya sehingga diberi kemampuan membedakan dan
menentukan kebenaran hidup manusia.
Adhi Ari-Ari
Sedangkan yang
disebut dengan adhi ari-ari adalah ari-ari jabang bayi itu sendiri. Urutan
kelahiran jabang bayi adalah, air ketuban terlebih dulu, setelah itu jabang
bayi yang keluar dan dilanjutkan dengan ari-ari. Karena ari-ari tersebut muncul
setelah jabang bayi lahir, maka masyarakat Kejawen biasanya mengenal dengan
sebutan Adhi/adik Ari-ari. Perumpamaan dalam Islam (terutama kaum Islam Jawa)
dianggap sama dengan Mikail (Pembagi Rezeki). Karena lewat Ari-Ari itulah si
jabang bayi dapat hidup dengan sari-sari makanan yang didapatkan dari seorang
ibu. Bahkan jika seseorang diberi kemampuan untuk bertemu dengan adhiknya yakni
ari-ari, maka dalam kehidupannya akan dijauhkan dari kemiskinan dan kelaparan,
hal ini diyakini oleh sebagian ummat islam terutama penganut Islam Jawa, jika
ingin berkecukupan rizqi selama hidupnya maka banyak-banyak membaca surat
Al-waqi’ah.
Getih
Getih memiliki
arti darah. Dalam rahim ibu selain si jabang bayi dilindungi oleh air ketuban,
ia juga dilindungi oleh darah. Dan darah tersebut juga mengalir dalam sekujur
tubuh si jabang bayi yang akhirnya besar dan berwujud seperti kita ini.
Komunitas Islam Jawa meyakini bahwa darah adalah kehidupan manusia dan dianggap
sama dengan keberadaan malaikat Izroil (pencabut nyawa). Dengan asumsi bahwa,
jika tidak ada darahnya, apakah manusia bisa hidup? walaupun hidup tanpa darah
apakah masih bisa disebut manusia?
Puser
Istilah Puser
adalah sebutan untuk tali pusar yang menghubungkan antara seorang ibu dengan
anak yang ada dalam rahimnya. Dengan adanya tali pusar tersebut, apa yang
dimakan oleh sang ibu, maka anaknya pun juga ikut menikmati sari pati makanan
tersebut dan disimpan di Ari-Ari. Disamping itu, pusar juga digunakan oleh si
jabang bayi untuk bernapas. Oleh karena itu, hubungan antara ibu dengan anaknya
pasti lebih erat lantaran terjadinya kerjasama yang rapi untuk meneruskan
keturunan. Semuanya itu atas kehendak dari Allah SWT pada pemahaman Islam Jawa,
Puser ini dianggap sama dengan Isrofil (Peniup Sangkakala). Meniup sangkakala
menjelang kiamat Qubro (kiamat Besar) adalah dengan napas.
Ketika seorang
jabang bayi lahir ke dunia dari rahim ibu, maka semua unsur-unsur itu keluar
dari tubuh si ibu. Unsur-unsur itulah yang oleh Allah ditakdirkan untuk menjaga
setiap manusia yang ada di muka bumi ini, menebarkan salam (keselamatan),
menjaga amanah yang telah diberikan oleh Allah kepada Manusia sebelum turun dan
masuk ke rahim ibunya. Maka bila masyarakat Islam Jawa hingga kini mengenal
adanya doa yang menyebut saudara yang tak tampak mata itu secara lengkap yaitu :
“KAKANG KAWAH, ADHI ARI-ARI, GETIH, PUSER, SEDULUR PAPAT KALIMO PANCER”.
Pancer
Lalu siapakah
yang disebut dengan istilah Pancer? Yang disebut dengan istilah Pancer itu
adalah si diri kita sendiri. Artinya, sebagai jabang bayi yang berwujud
manusia, maka dialah pancer dari semua “saudara-saudara” nya yang tak tampak
itu. Dengan mengenal saudara-saudara kita yang tidak tampak oleh mata lahir
kita, kita melangkah pada pemahaman diri kita sendiri.dengan memahami diri kita
sendiri maka akan memahami siapa sebenarnya Sang pencipta kita (man ‘arofa
nafsahu fa qod ‘arofa robbahu); Barang siapa yang memahami dirinya maka dia
mengetahui tuhannya. (wallahu a’lam bishshowab).
Tidak ada komentar :
Posting Komentar